Senin, 03 Mei 2010

BUDAYA DASAR

BUDAYA DASAR

Budaya Dasar adalah pengetahuan yang dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan.

Istilah ilmu Budaya Dasar dikembangkan di Indonesia sebagai pengganti istilah Basic Humanitiesm yang berasal dari istilah bahasa Inggris "The Humanities". Adapun istilah Humanities itu sendiri berasal dari bahasa latin humanus yang bisa diartikan manusia, berbudaya dan halus. Dengan mempelajari the humanities diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa the humanities berkaitan dengan nilai-nilai yaitu nilai-nilai manusia sebagai homo humanus atau manusia berbudaya. Agar supaya manusia bisa menjadi humanus, mereka harus mempelajari ilmu yaitu the humanities disamping tidak meninggalkan tanggung jawabnya yang lain sebagai manusia itu sendiri.

Ruang Lingkup Ilmu Budaya Dasar

Dua masalah pokok bisa dipakai sebagi bahan pertimbangan untuk menentukan ruang lingkup Budaya Dasar. Kedua masalah pokok itu ialah :

1. Berbagai aspek kehidupan yang sebelumnya merupakan ungkapan masalah kemanusiaan dan budaya yang dapat didekati dengan menggunakan pengetahuan budaya ( The Humanities ), baik dari segi masing-masing keahlian ( disiplin ) didalam pengetahuan budaya, maupun secara gabungan (antar bidang) beibagai disiplin dalam pengetahuan budaya.

2. Hakekat manusia yang satu atau universal, akan tetapi yang beraneka ragam perwujudannya dalam kebudayaan masing-masing jaman dan tempat. Dalam melihat dan menghadapi lingkungan alam, sosial dan budaya, manusia tidak hanya mewujudkan kesamaan-kesamaan, akan tetapi juga ketidak seragaman yang diungkapkan secara tidak seragam, sebagaimana yang terlihat ekspresinya dalam berbagai bentuk dan corak ungkapan, pikiran, dan perasaan, tingkah laku, dan hasil kelakuan mereka.

Kebudayaan

Dalam interaksi masyarakat sehari-hari arti "kebudayaan" seringkali terbatas pada sesuatu keindahan, seperti misalnya candi, tarian, seni rupa, seni suara, sastra, dan filsafat.




Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.




Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Tetapi Manurut Ralph Linton, seorang ahli antropologi dalam bukunya The Cultural Back ground of Personality, mempunyai definisi yang berbeda antara definisi yang umum tersebut dengan definisi seorang ahli antropologi sebagaimana disajikan pada uraian berikut (Ihromi, 1994; 18):

"Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat yang manapun dan tidak mengenai sebagian dari cara hidup itu yaitu bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih tinggi atau lebih diinginkan. Dalam arti cara hidup itu masyarakat kalau kebudayaan diterapkan pada cara hidup kita sendiri, maka tidak ada sangkut pautnya dengan main piano atau membaca karya sastra terkenal. Untuk seorang ahli ilmu sosial, kegiatan seperti main piano itu, merupakan elemen-elemen belaka dalam keseluruhan kebudayaan kita. Keseluruhan ini mencangkup kegiatan-kegiatan duniawi seperti mencuci piring atau menyetir mobil dan untuk tujuan mempelajari kebudayaan, hal ini sama derajatnya dengan "hal-hal yang lebih halus dalam kehidupan". Karena itu, bagi seorang ahli ilmu sosial tidak ada masyarakat atau perorangan yang tidak berkebudayaan. Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan, bagaimanapun sederhananya kebudayaan itu dan setiap manusia adalah makhluk berbudaya, dalam arti mengambil bagian dalam suatu kebudayaan".

Menurut pernyataan Linton menunjukkan bahwa kebudayaan ternyata memiliki berbagai aspek, yang meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan, sikap-sikap, dan hasil dari kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat atau kelompok penduduk tertentu.
Ø Beberapa definisi kebudayan:
v Koentjaraningrat : ‘Hasil cipta, rasa, karsa dan karya’; di dapat “proses edukasi”.
Proses Edukasi : membedakan Kebudayaan, dan bukan kebudayaan.
Kebudayaan : ‘kesadaran unsur kodrati, bukan kebudayaan, “naluri”.


v Raymond Williams, kebudayaan : istilah komplek “sejara evolusi” manusia dan konsep penting dunia “intelektual”.

Kebudayaan # sains/ kegiatan teknis dan praktis hasilkan ‘materi’.

Hasil kebudayaan : ‘kehalusan budi’/ makna/ nilai.

v Kluchohn, kebudayaan : “model pola hidup, diciptakan masa tertentu, dan membimbing perilaku manusia” (sosiologi)

- Kebudayaan :




Cara hidup,




Pengakuan sosial,




Cara berfikir, merasa dan berkeyakinan




- Abstraksi tingkah laku,




Cara kelompok bertingkah laku,




Serangkaian orientasi hidup.












Kebudayaan menurut ilmu antropologi adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1996; 72).




Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan, karena hanya sebagian kecil dari tindakan manusia yang tidak dibiasakan dengan belajar seperti naluri, refleks, atau tindakan yang dilakukan akibat suatu proses fisiologis.




Pada mulanya konsep kebudayaan yang benar-benar jelas untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Sir Edward Burnett Tylor, seorang ahli antropologi Inggris. Tylor pada tahun 1871, mendefinisikan kebudayaan sebagai kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, moral, kebiasaan, dan lain-lain. Pada waktu itu, banyak sekali definisi mengenai kebudayaan baik dari para ahli antropologi, sosiologi, filsafat, sejarah, dan kesusasteraan. Bahkan pada tahun 1950, A.L. Kroeber dan Clyde Kluckhohn telah berhasil mengumpulkan lebih dari seratus definisi (176 definisi) yang diterbitkan dalam buku mereka yang berjudul Culture: A Critical Review Of Con cept And Definitions (1952).




Definisi kebudayaan kemudian berkembang menjadi: "seperangkat peraturan dan standar, yang apabila dipenuhi oleh para anggota masyarakat. menghasilkan perilaku yang dianggap layak dan diterima oleh para anggotanya (dalam Haviland, 1995; 332-334 dan Koentjaraningrat, 1996; 73).




EMPAT WUJUD KEBUDAYAAN




Seorang ahli sosiologi Talcott Parsons dan ahli antropologi A.L. Kroeber pernah menganjurkan untuk membedakan antara wujud kebudayaan sebagai suatu sistem dari gagasan-gagasan serta konsep-konsep, dan wujudnya sebagai rangkaian tindakan serta aktivitas manusia yang berpola. Oleh karena itu J.J. Honigmann mencoba membuat perbedaan tiga gejala kebudayaan yaitu: ideas, activities, dan artifacts (Koentjaraningrat, 1996; 74).




Di lain pihak Koentjaraningrat (1996; 74) menyarankan agar kebudayaan dibeda-bedakan sesuai dengan empat wujudnya, dapat digambarkan menjadi empat lingkaran konsentris sebagai berikut:










Gbr 1. Kerangka Kebudayaan Menurut Koentjaraningrat




Sumber: Koentjaraningrat (1996; 92)




Keempat lingkaran konsentris menggambarkan dari dalam ke luar:




(i) nilai-nilai budaya (lingkaran pusat berwarna hitam),




(ii) sistem budaya,




(iii) sistem sosial, dan




(iv) kebudayaan fisik.












(1)Menurut Koentjaraningrat (1996; 74-75), lingkaran paling luar adalah melambangkan kebudayaan sebagai artefacs atau benda-benda fisik;




(2) lingkaran berikutnya melambangkan kebudayaan sebagai sistem tingkah laku dan tindakan berpola;




(3) lingkaran yang berikutnya lagi adalah melambangkan kebudayaan sebagai sistem gagasan; dan




(4) lingkaran hitam yang letaknya paling dalam dan bentuknya yang paling kecil atau merupakan pusat atau inti dari seluruh bagan, melambangkan kebudayaan sebagai sistem gagasan yang ideologis.




Selanjutnya Koentjaraningrat juga memberikan contoh konkret kebudayaan dari ketiga lingkaran tersebut.




Lingkaran pertama adalah bangunan-bangunan megah seperti candi-candi, benda-benda bergerak seperti kapal, komputer, piring, gelas, kancing baju dan Iain-lain. Semua benda hasil karya manusia tersebut bersifat konkret dan dapat diraba {tangible) serta difoto. Sebutan khusus bagi kebudayaan dalam bentuknya yang konkret ini adalah "kebudayaan fisik".




Lingkaran kedua menggambarkan wujud tingkah laku manusianya, yaitu misalnya menari, berbicara, tingkah laku dalam melakukan suatu pekerjaan, dan Iain-lain. Semua gerak-gerik yang dilakukan dari saat ke saat dan dari hari ke hari, dari masa ke masa, merupakan pola-pola tingkah laku yang dilakukan berdasarkan sistem, sehingga kemudian disebut "sistem sosial".




Lingkaran ketiga mengambarkan wujud gagasan dari kebudayaan, dan tempatnya adalah dalam kepala masing-masing individu yang menjadi warga suatu kebudayaan, yang dibawa kemanapun mereka pergi. Wujud kebudayaan ini lebih bersifat abstrak, tidak dapat difoto dan direkam dengan film, dan hanya dapat diketahui serta dipahami (oleh warga kebudayaan lain) setelah ia mempelajarinya dengan mendalam, baik melalui wawancara yang intensif atau dengan membaca. Kebudayaan dalam wujud gagasan juga berpola dan berdasarkan sistem-sistem tertentu yang disebut "sistem budaya".




Lingkaran keempat, yang berwarna hitam adalah gagasan-gagasan yang telah dipelajari oleh warga suatu kebudayan sejak usia dini, dan karena itu sangat sukar untuk diubah. Istilah untuk menyebut unsur-unsur kebudayaan yang merupakan pusat dari semua unsur yang lain itu adalah "nilai-nilai budaya", yang menentukan sifat dan corak dari pikiran, cara berpikir, serta tingkah laku manusia suatu kebudayaan. Gagasan-gagasan inilah yang akhirnya menghasilkan berbagai benda yang diciptakan manusia berdasarkan nilai-nilai, pikiran, dan tingkah lakunya.












UNSUR-UNSUR KEBUDAYAAN




Menurut Koentjaraningrat (1996; 80). dalam menganalisa suatu kebudayaan, seorang ahli antropologi membagi seluruh kebudayaan yang sudah terintegrasi ke dalam unsur-unsur besar yang disebut "unsur-unsur kebudayaan universal". Kluckhohn (dalam Koentjaraningrat, 1996; 80-81), menemukan bahwa terdapat tujuh unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia yang disebut sebagai isi pokok dari setiap kebudayaan, yaitu:




1. unsur religi




2. sistem kemasyarakatan




3. sistem peralatan




4. sistem mata pencaharian hidup




5. sistem bahasa




6. sistem pengetahuan




7. seni




Berasal dari sistem inilah maka kebudayaan paling sedikit memiliki 3 wujud antara lain :




1. wujud sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, norma, peraturan dan sejenisnya. Ini merupakan wujud ideal




kebudayaan. Sifatnya abstrak, lokasinya aa dalam pikiran masyarakat dimana kebudayaan itu hidup




2. kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat




3. kebudayaan sebagai benda hasil karya manusia












Perubahan kebudayaan pada dasarnya tidak lain dari para perubahan manusia yang hidup dalam masyarakat yang menjadi wadah kebudayaan itu. Perubahan itu terjadi karena manusia mengadakan hubungan dengan manusia lainnya, atau karena hubungan antara kelompok manusia dalam masyarakat. Tidak ada kebudayaan yanga statis, setiap perubahan kebudayaan mempunyai dinamika, mengalami perubahan; perubahan itu akibat dari perubahan masyarakat yang menjadi wadah kebudayaan tersebut.










Adat-istidat Kompleks budaya Tema budaya Gagasan




Aktivitas sosial Kompleks social Pola sosial Tindaka




Benda Benda Benda Benda




kebudayaan kebudayaa kebudayaan kebudayaan




Gbr2 . Rincian Kebudayaan Menurut Koentjaraningrat




Sumber: Koentjaraningrat (1996; 84)












Wujud Kebudayaan.




v Sumber kebudayaan : “harmoni” unsur kodrat, cipta, rasa dan karsa (IQ,EQ,SQ).




v Karya manusia (kebudayaan), berujud fisik dan non fisik :




- Wujud Idel : kompleksitas “ide-ide, gagasan-gagasan, aturan-aturan, nilai dan norma-norma”. Sifat : abstrak. Posisi : kalbu/ benak.




- Wujud sistem sosial : kompleks aktivitas/ perilaku manusia berpola dalam masyarakat (kolektif). Sifat : konkrit, dapat diamati, dipelajari. Posisi : bentuk interaksi/ aktivitas/ hubungan masyarakat.




- Wujud fisik : barang-barang/ benda-benda hasil kreasi dan karya manusia. Sifat : materi/ fisik. Posisi : realita peralata hidup.












Kebudayaan Barat dan Timur.
Kebudayaan Barat.




v A.Maslow : tiap kebudayaan memilih kembangkan sebagian kecil ‘kemampuan/ potensi (unsur pembentuk) manusia’ : cipta, rasa, karsa/ IQ, EQ, SQ.




v To The Ann : ciri kebudayaan barat dapat di identivikasi :




1. Sistem Pengetahuan.




Yunani gunakan ‘akal budi/ pikiran – abstrak – ilmu’. Logika beri ‘penalaran teratur dan argumentasi’ terhadap realita alam.




Kualitas/ citra manusia : intelegensi/ intelektualitas.




Ø Aristotels : akal budi (intelegensi) “mahkota” kodrat manusia, ia ‘binatang berakal budi’.




Ø T. Aquinas & Deschartes : dengan akal budi, realita alam didefinisikan, di golong golongkan, ditata dalam herarkhi berbeda.




Ø Hegel (positifisme) : yang “nyata adalah rasional, dan yang rasional benar benar nyata”. Rasio, logika, intelektual : Tuhan/ nabi bagi manusia.




v Sistem berfikir barat (rumus abstrak) pada realita : ‘kemana memasukkan realita alam tertentu, ia gelisah jika tak sesuai definisi dan kesimpulan rasio’.




v Ilmu : untuk mendapatkan “kebenaran objektif berdasar data empiri”.












1. Sikap pada alam.




Ø Bertrand Russel : tradisi “kuasai, serang dan peras/ ekspoitasi” alam.




1. Percaya penuh ‘kemampuan intelektual’.




Ø Manusia : “raja di alam semesta”.




2. Ideal Hidup.




Ø Manusia ideal : “bebas, mandiri, aktif, progresif, dan kreatif”, à individualistis dan meterialistis




1. Status Persona.




Ø Person/individu, bebas, mandiri, percaya diri, rasional, realistis dan terbuka.












Interaksi Lingkungan












Interaksi dengan lingkungan adalah hal yang penting untuk dijalani yang merupakan cara kita sebagai manusia berinteraksi dengan sesame makhluk hidup lainnya.




Terkadang kita menemukan lingkungan yang nyaman, membuat kita tak ingin beranjak pergi dan meninggalkannya, serta selalu menemukan kenangan manis dan indah sehingga tak rela jika harus pergi jauh dari tempat yang membuat kita nyaman. Mungkin ini dapat kita temukan solusinya, tetapi bagaimana jika berada di tempat yang sebenarnya tidak kita sukai dan berharap cepat pergi dari sana.




Sebenarnya dari sebuah tempat yang membuat kita tidak suka hingga merasakan ingin cepat-cepat beranjak dari tempat itu adalah kurangnya mengerti arti dari sebuah interaksi lingkungan. Interaksi lingkungan yang menempatkan pada suasana lingkungan, baik nyaman atau pun tidak yang membuat kita akan selalu bertahan dimana kita berada. Kita hidup bukan selalu ingin merasakan kenyaman saja, tetapi bagaimana kita dapat masuk ke dalam lingkungan yang memiliki interaksi negatif atau positif. Tetapi, sering kali jika ada sebuah lingkup interaksi lingkungan dengan sisi negatifnya, selalu memikirkan ingin keluar dan lepas dari tempat tersebut tanpa memikirkan bagaimana cara untuk menemukan solusi karena perasaan ke tidak nyamanan itu sudah merambat dipikiran, sehingga tidak berhasil menemukan solusinya.




Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, misalnya kita dapat pergi ke suatu tempat dengan ketenangan dan penuh kenyamanan. Setidak-tidaknya kita akan kembali dengan pikiran yang jernih. Disitulah kita dapat mencari solusi. Tempat yang membuat kita nyaman dan tenang, seperti danau, lapangan luas di siang hari (karena biasanya sepi dengan suara bising, atau manusia), taman, atau ruangan yang selalu membuatmu nyaman, juga sebuah hutan kecil dengan pepohonan yang rindang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

masukkan koment anda